Bismillahirrahmanirrahim..
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh 👋
Minggu yang (masih) menguras tenaga juga emosi.
Dua pekan lalu, suamiku rawat inap dan alhamdulillah aku mendapatkan dispensasi untuk mengumpulkan tugas. Minggu ini adalah minggu yang cukup berat dan tak pernah aku bayangkan. Rabu 13 Juli 2022 aku sudah bersiap mengerjakan misi ke 10 ini, misi terakhir di kelas Matrikulasi. Sudah intip-intip FB Grup dan mengira-ngira aku mau mengerjakan tugas seperti apa.
Ya, manusia hanya bisa membuat rencana, tapi Allah adalah Perencana Terbaik.
Kullu nafsin dzaaiqotul maut, tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Qadarullah Kamis 14 Juli 2022 ba'da subuh bapak mertuaku meninggal dunia. Innalillahi wainna ilaihi roji'un.
Hati memang masih dalam keadaan duka. Raga masih sangat lelah menjalani hidup di 2 pekan terakhir ini. Bedanya minggu lalu aku sudah mengajukan izin dispensasi tapi di minggu ini, aku lupa untuk mengabari Baruna, fasilitator grup Matrikulasi. Jadi konsekuensinya mau gak mau aku harus mengerjakan misi sebelum deadline. Misi terakhir dari kelas Matrikulasi.
***
Senin yang lalu, 11 Juli 2022 mba Fatimah Azzahra sharing materi tentang menjadi Change Maker. Materi terakhir di Matrikulasi yang cukup bikin nge-freeze banyak mahasiswi karena jujurly aku gak paham banget sama materinya, hehe. Tapi mba Fatimah bilang wajar sekali mengalami kebingungan, karena memang materi yang disampaikan ini cukup berat karena harusnya dipelajari di kelas Bunda Shalihah (yang mana waktu belajarnya itu berbulan-bulan), tapi saat ini kami hanya dikenalkan sekilas dalam waktu 45 menit. Kebayang kan bingungnya kayak gimana?
Change Maker artinya pembuat perubahan atau bisa juga disebut pembaharu.
Dunia ini terus bergerak dan saat ini kita menuju sebuah solusi dari masalah - Septi Peni Wulandani
Memang sepenting apa sih membuat perubahan? Ternyata jawabannya penting sekali, karena sebenarnya di dunia ini banyak sekali masalah dan butuh pembaharu-pembaharu. Masalah di sini bukan hanya masalah besar ya, tapi masalah kecil yang semakin lama dibiarkanpun, lama-lama akan menjadi masalah yang besar.
Just give yourself permission. Many will tell you that you cannot. Please ignore them - Bill Dryton dalam pengantar buku Be a Change Maker
Memang menjadi pembaharu bukanlah hal yang mudah, bahkan mungkin pada perjalanannya akan dicibir banyak orang. Mba Fatimah bilang, tapi cobalah berikan saja izin pada diri sendiri untuk melakukannya. Mungkin saat ini usaha kita memang belum terlihat, tapi insyaallah lambat laun kita akan menemukan inovasi-inovasi perubahan.
Menjadi pembaharu juga tidak bisa sendirian karena perubahan harus diimplementasikan. Jika hanya melakukan sendiri, maka perubahan itu tidak akan terjadi. Perubahan juga harus menghasilkan sesuatu yang lebih baik. Karena kita memang diciptakan oleh Allah sebagai khalifah di muka bumi. Maka tugas kita adalah menjadi khalifah untuk melakukan perubahan yang baik agar tidak merusak tatanan dunia, agar keberadaan kita di bumi ini memiliki manfaat minimal untuk diri sendiri dan keluarga. Maka ketika kita menemukan masalah, ciptakanlah solusinya.
Menjadi pembaharu memang tidaklah mudah, ada tahapannya sendiri yaitu:
- Identifikasi masalah
- Temukan teman untuk melakukan aksi
- Pahami masalah
- Memiliki tujuan
- Identifikasi aksi
- Jalankan aksi
- Apresiaksi, mengapresiasi aksi
- Merayakan solusi
- Evaluasi
Cukup rumit ya? wkwkwk. Apa masih ada niatan untuk menjadi change maker?
Mba Fatimah juga menambahkan, menjadi pembaharu adalah proses mematangkan diri, maka perlu adanya karakter sebagai pembaharu. Karakternya adalah:
- Emphaty → merupakan fondasi awal yang sangat krusial. Empati bisa memandu untuk mengambil keputusan, merefleksi dan beraksi.
- Collaboration → mau berkolaborasi untuk melakukan perubahan sosial.
- Leadership → memiliki keinginan yang kuat untuk memimpin + merangkul perubahan yang baik, dan mengubah masalah menjadi solusi (memiliki jiwa problem solving).
- Change making skill → bisa membuat perubahan dengan menemukan dan menyelesaikan masalah yang lebih prioritas; mengatur dan fokus melakukan strategi; dan mendukung + menentukan langkah yang membuat dampaknya lebih besar (bukan sekadar langkah yang dalam stau hari selesai).
Aku jadi mikir, sebenarnya kalaupun kita mau menjadi pembaharu, tidak perlu kita muluk-muluk menjadi seperti tokoh-tokoh besar di luar sana. Cukuplah menjadi pembaharu untuk diri sendiri dulu, untuk keluarga, baru untuk lingkungan sekitar. Karena aku baru teringat materi-materi yang disampaikan oleh sahabat widya iswara sebelumnya, bahwa peradaban itu kan bermula dari rumah. Jika aku tidak melakukan perubahan pada diri yang saat ini ada di rumah, bagaimana bisa menjadi dan mencetak pembaharu yang memiliki dampak luas nantinya?
Kemudian aku mulai mengamati kondisiku dengan kacamata empatiku. Aku yang sehari-hari di rumah, merasa sangat butuh melakukan perubahan, dan aku ingin menjadi pembaharu untuk diriku dulu. Aku sadar, sangat sadar bahwa aku belumlah baik menjadi istri dan ibu untuk suami dan anakku. Seperti tulisan-tulisan dipostingan-postingan sebelumnya, aku ini punya masalah soal manajemen waktu. Maka inilah permasalahan utama dalam diriku yang perlu digebrak. Aku ingin memulai menjadi pembaharu untuk diriku agar nantinya aku bisa menjadi diriku dengan versi terbaik, yang memiliki dampak dan manfaat luas untuk suami dan anakku, juga memiliki dampak dan manfaat luas untuk keluarga besarku.
Jika masih berminat untuk menjadi pembaharu, maka yang seharusnya dilakukan pertama kali adalah
- Menemukan masalah → What's your problem? Karena pertanyaan adalah separuh dari jawaban.
- Temukan teman → untuk memahami masalah dan mencintai masalah yang ada, maka akan menunjukkan kita kepada titik terang berupa strategi untuk memilih tujuan yang berdampak luas.
- Klimaks → dengan mengidentifikasi aksi yang akan dilakukan (menentukan alternatif solusi), menjalankan aksi (berbagi peran, mengatur jadwal & langkah), dan aksi.
- Feedback → menilai apakah langkah yang kita lakukan sudah sesuai atau belum.
- Resolusi → mengapresiasi aksi, dan evaluasi. Pembaharu tidak akan berhenti melakukan resolusi.
Aku sudah menemukan satu masalah utama dalam diri ini, kemudian aku mulai menganalisis langkah kecil yang bisa kulakukan, salah satunya adalah belajar manajemen waktu di komunitas Ibu Profesional, ikut kelas intensif manajemen waktu (praktek), membuat to do list aktivitas harian, membuat list kegiatan prioritas harian, mengatur strategi untuk berbagi peran dengan suami dalam urusan domestik dan pengasuhan di rumah.
Awalnya aku mencoba merangkai kata untuk kutulis dalam surat cinta untuk suami tercinta. Tapi berhubung kami masih berkabung, aku tak punya banyak waktu untuk menuliskan surat cinta. Akhirnya aku melalukan deep talk bersama suami, dan ini merupakan momen yang mengharu biru bagiku, lebih dalam dari ungkapan cinta dalam kertas.
Aku dan suami yang sama-sama memiliki love language 'Act of Service' dan memiliki kepribadian dominan yang Melankolis, kali ini aku mencoba memilih kontak fisik dalam deep talk ini. Kami saling berpegangan tangan dan berpelukan dengan erat sambil kami ngobrol dengan sepenuh hati. Aku mengucapkan rasa terima kasih juga meminta maaf yang banyak atas kesabaran, keikhlasan dan keridhoannya memilihku sebagai istri dan ibu dari anaknya.
Kalo ditanya bagaimana perasaanku ketika mendapat respon saat deep talk dengan suami? Alhamdulillah perasaan yang sangat lega, bahagia, bersyukur, sudah tentu saat itu aku pasti mengeluarkan air mata ketika berbicara, cirinya melankolis kan begitu hehe. Lega karena suami jadi tahu apa kekuranganku dan apa saja langkah yang aku inginkan untuk memperbaiki diri, bahagia karena ternyata dirinya memandangku jauh lebih baik dari apa yang aku ekspektasikan, dan bersyukur atas rasa terima kasih yang dia ungkapkan untukku.
Dan kami sama sama berdoa, untuk selalu bergandengan tangan, berpelukan agar kami tetap saling bahu membahu, untuk berdiri tegak menapaki hari ke depan, untuk sama-sama saling memperbaiki diri menuju jalan akhirat yang menjadi cita-cita kami.
***
Tak disangka sebetulnya, di kelas Matrikulasi ini memiliki magic-nya tersendiri, karena di kelas ini bisa membuat haru biru, terutama kalo bahas materi soal keluarga.
Minggu terakhir dan misi terakhir dari rangkaian perkuliahan di kelas Matrikulasi Institut Ibu Profesional yang secara emosional begitu terasa. Di mulai dari awal perkuliahan yang "kayaknya aku ga ngerti sama perkuliahan + misinya karena gamifikasinya belum klik di aku", hingga akhirnya saat ini rasanya mengharu biru karena aku telah menyelesaikan semua misi yang ada.
Naik turun keadaan pastilah akan ada dan akan terjadi pada setiap orang, itulah tantangan bagi pembelajar. Tinggal kita tanyakan lagi pada diri, apakah siap menghadapi tantangan ini?
Dua minggu terakhir perkuliahan yang cukup berat secara fisik dan emosional. Qadarullah wa maa syaa a fa'ala. Aku terima semua tantangan keadaan yang aku alami saat ini. Aku terima tantangannya dan aku tetap mengerjakan misinya semampuku. Dan ini akan menjadi cerita yang indah dihari kemudian, cerita tentang perjuangan ketika aku belajar, yang insyaallah akan menjadi cerita inspirasi bagi anakku.
Alhamdulillah biidznillah, semua atas rahmat Allah yang Maha Pengasih, yang telah memberikanku kekuatan.
Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan? QS Ar Rahman (78) : 21
======
Foto & desain: www.freepik.com
#Zona4 #Misi10 #BersiapMenjadiChangeMaker #PenjelajahanSamuderaAmarta #Matrikulasi10 #InstitutIbuProfesional #IbuProfesionalForIndonesia #ip4id2022 #womenincooLABoration
#journalmsy #terassayyi
Comments
Post a Comment